Thursday 5 August 2010

Aku Iri... selamatkan aku ya Allah!


Aku iri saat orang menangis dalam murottalnya. Saat sang Imam menghentikan bacaannya untuk menahan isak tangis. Tak ada air mata, aku hanya bisa diam, menjerit kesal dalam hati, menangis di dalam hati, bukan karena isi ayat tersebut, tapi karena gemas dengan kerasnya hatiku ini. "Sudahlah cukup!! Jangan menangis lagi, jangan buat aku malu lagi!" itu yang ingin kuteriakkan jika si imam untuk kesekian kalinya menangis…


Tapi rasa iri tak lebih dari sekedar iri. Fase 'tersadar' tak lebih dari 24 jam. Setelah itu, membaca Kalamullah pun masih malas-malasan. Yang terpikir lebih baik lah daripada tidak menyentuh Al-Quran sama sekali. Tiap kata yang terlewat ya terlewat saja tanpa bisa kuresapi maknanya. Apa mungkin karena aku tak bisa berbahasa Arab? Membaca terjemahannya takkan cukup. Andai aku bisa, pasti kalimat-kalimat Tuhan itu sudah menggetarkan hatiku. Nilai sastra yang tinggi dipadu murottal-murottal yang indah mungkin dapat membuatku mengeluarkan airmataku. Ah, aku hanya bisa mencari alasan.

Aku iri pada orang yang bisa meninggalkan semua yang disukainya, untuk meraih ridho-Nya. Aku iri pada orang yang menyesal di subuh hari karena ia tidak terbangun saat sepertiga malam terakhir. Aku iri pada orang yang bisa ikhlas melayani orangtuanya. Aku iri pada pencari ilmu yang sangat penasaran dan haus dengan ilmu. Aku iri pada orang-orang yang berhasil dakwahnya. Selalu terpikir, kapan aku bisa menjadi seperti mereka…

Tapi rasa iri tak lebih dari sekedar iri, sampai kini. Malam demi malam aku lewati tanpa tahajjud. Aku masih sering berat hati saat membantu orangtuaku. Saat ada kesempatan mencari ilmu, aku merasa tidak membutuhkannya. Sejak SMP aku sudah 'banyak' belajar agama. Aku sudah terbekali dengan baik, ya, paling tidak lebih baik dari anak-anak SD atau SMP. Maksudku SD SMP biasa, bukan sekolah agama ataupun pesantren. Em, paling tidak aku lebih baik dari sebagian besar dari mereka. Aku tahu beberapa dari mereka jauh lebih berilmu dariku.

Astaghfirullah.

Masih banyak dosa yang aku lakukan. Saat aku merasa ampunan Allah datang, aku merasa 100 dosaku terampuni. Saat seperti itu aku sadar aku sudah melakukan 1000 dosa. Saat masa-masa ampunan itu pergi, aku kembali melakukan ribuan dosa. Padahal bahkan 100 dosaku itu tak ada yang memastikan benar-benar terampuni seperti yang kupikirkan.

Aku hanya berpikir di hari nanti, aku sudah sangat dekat padaNya, dan mentertawakan masa mudaku yang menyedihkan ini. Untuk sekarang aku masih belum bisa berhenti melakukan dosa. Dosa-dosa yang seharusnya bisa aku hindari. Entah mengapa aku merasa hanya hidayah Allah yang bisa menghentikanku. Aku hanya tinggal menunggu saja kan? Meskipun aku tidak tahu kapan. Aku yakin hal yang namanya 'hidayah' itu akan aku dapatkan segera. Aku sering memarahi diriku sendiri, hidayah itu dicari bukan ditunggu. Tapi, tapi, hatiku lelah!! Mungkin aku butuh hidayah untuk bergerak mencari 'hidayah' itu.

Astaghfirullah!!!

Kalaupun sampai mati aku belum bertaubat. Aku hanya tinggal memastikan nanti di akhir hidupku aku masih dalam keadaan beriman. Walaupun aku ragu, dengan imanku yang seperti ini. Apalagi tanda-tanda kedatangan Dajjal semakin jelas, Makhluk yang nantinya menghapus iman orang-orang seantero dunia kecuali beberapa orang yang benar-benar mendekat denganNya. Kalaupun aku berhasil membawa iman ini ke alam sana, aku harus menjalani kehidupan kejam di neraka. Entah untuk berapa ribu tahun. Hargh! Membayangkan seharian menjadi tawanan penjara Alcatraz saja aku tak berani!

Astagfirullah!!! Astaghfirullahalazhim!!!!!

Ya Allah aku benar-benar butuh hidayahMu. Aku mohon, waktu terus menyayatku, satu persatu orang-orang di sekitarku pergi menghadapMu. Jika aku belum bisa berubah, celakalah aku! Celakalah aku!! Celakalah aku!!!

No comments:

Post a Comment