Monday 8 December 2014

Review: Interstellar

Kalau berbicara mengenai film science-fiction, ada yang berbeda dari film-film yang ditayangkan saat ini. Dulu, bagian sains dari film berawal dari keinginan, imajinasi, dan tidak peduli dengan dasar-dasar ilmiahnya. Banyak dari film-film ini yang sekarang diadaptasi kembali dan dimasukkan ke genre lain (Star Trek, Planet of the Apes, Star Wars, Terminator, dll). Sekarang genre ini dimasuki oleh film yang lebih serius menggunakan sains, the real one, sebagai dasar cerita. Interstellar salah satunya.

Fenomenal, setidaknya di linimasa saya. Banyak yang terkagum, entah dari jalan ceritanya atau dari penglibatan teori fisikanya. Banyak juga yang mengaku tidak mengerti, entah di bagian mana. Beberapa menambahkan tulisan-tulisan yang berbau teori relativitas Einstein, kuantum, atau anak pinaknya. Yang jelas, dari mereka saya jadi tahu film terbaru Christopher Nolan ini ingin membawakan real, updated science (well, theory of Relativity is 100 years old already) ke dalam sebuah film papan atas, sesuatu yang tidak bahkan teriklankan di trailer-trailernya. Dengan dirangkulnya fisikawan ternama Kip Thorne, mengindikasikan bahwa Nolan memang tidak main-main dalam memainkan sains di filmnya. Tapi, memang segala hal tidak dapat berjalan sempurna. Cukup buruk sebenarnya.


Fakta bahwa film ini sangat menitikberatkan pada penjelasan-penjelasan sains dan menyuguhkan cerita yang sangat datar, menjadikan argumen “ini film fiksi sains, bukan fakta sains” tidak tepat diterapkan. Jika kita membandingkan Interstellar dengan film-film lain seperti Planet of the Apes, Star Trek, atau Inception, dengan sains yang inferior mereka memiliki cerita yang (jauh) lebih menarik.

awesome Terminator movie

Anyway, sebenarnya saya ingin membahas bagian sainsnya. Bukan di cerita, dialog, filosofi, soundtrack, atau pengambilan gambarnya. Dan bagian sainsnya mungkin akan disempitkan lagi ke bahasan fisika modern, jadi pertanyaan-pertanyaan tema sains seperti, “kenapa keluar dari planet 1.3g ga butuh roket?”, “kok bisa teori lengkap gravitasi secara ajaib cuma dikerjakan satu orang?”, “kenapa mesti turun ke planet dan menghabiskan waktu 23 tahun padahal bisa dilakukan pengamatan dari Endurance?”, “kok gak ada orang di NASA, termasuk Murphy, yang sadar kalo teori gravitasi cuma ‘setengah’, dan harus disempurnakan dengan kuantum?” tidak akan dibahas lebih lanjut.

Wormhole
(catatan: Bahasa Indonesia yang sepadan adalah lubangcacing. Karena ga enak didengar, selanjutnya akan disebut wormhole)

Diceritakan bahwa anomali gravitasi muncul dan menghasilkan sebuah wormhole di dekat cincin Saturnus. Wormhole ini menjadi pintu bagi Dr. Cooper dkk menuju ke galaksi nun jauh di mana ada lubanghitam supermasif dan 3 planet yang berpotensial menggantikan bumi sebagai rumah umat manusia. Benarkah wormhole ada?

Berbicara mengenai wormhole itu tidak lepas dari pembahasan lubanghitam dan singularitas. Singularitas biasanya diberikan pada keadaan dengan nilai yang tidak terdefinisikan, atau tak berhingga. Sederhananya, secara matematis, hal ini kita temukan jika kita harus membagi suatu angka dengan nol. ya, sekali lagi, pembagian dengan nol.

Bahkan ketika masih di atas kertas, pembagian dengan nol menjadi masalah tersendiri di dunia matematika. Kita dapat membagi angka dengan 0,001 atau 0,00000000000000000000000000000001 tetapi tidak dengan 0. Pendekatan melalui limit yang menghasilkan jawaban tak-berhingga tidak begitu membuat masalah menjadi lebih sederhana. Dan jawaban sebenarnya dari pertanyaan ini sangat tidak memuaskan: tak terdefinisi. Jika dimasukkan ke dalam fisika, masalah menjadi tambah pelik. Karena fisikawan harus menginterpretasi angka-angka dari hasil perhitungan, dan dalam kasus ini hampir mustahil dilakukan kecuali dengan pengamatan. Oleh karenanya, fisikawan berusaha sekeras mungkin untuk menghindari singularitas.





Unfortunately, singularitas pun muncul dalam perhitungan pada lubanghitam, yang pertama kali dipublikasikan oleh Schwarzschild, bahkan ada dua singularitas. Einstein sendiri sangat tidak puas dengan singularitas ini, sehingga beliau bekerja kembali untuk mengubah bentuk solusi Schwarzschild menjadi bentuk tanpa-singularitas. Dengan trik matematika yang dinamakan transformasi koordinat, Einstein berhasil membuang salah satu singularitas, yang kemudian dapat diinterpretasikan sebagai event horizon. Event horizon merupakan batas dari lubanghitam yang jika dilewati sesuatu, sesuatu itu tidak akan bisa keluar lagi dari lubanghitam karena tarikan gravitasi yang sangat kuat. Singularitas kedua berada pada pusat lubanghitam, dan ketika Einstein mencoba membuangnya, Einstein justru mendapatkan hal yang tidak lebih masuk akal. Einstein, bersama koleganya N. Rosen, menemukan bahwa pusat lubanghitam dapat menjadi jembatan menuju alam semesta lain, alias wormhole, atau istilah pada masanya: Jembatan Einstein-Rosen.

Jadi yang perlu dicatat di sini adalah, wormhole merupakan hasil matematis yang muncul dari hasil bermain-main dengan singularitas. Dengan singularitas sendiri merupakan sesuatu yang sangat tidak bersahabat dengan matematikawan dan fisikawan, wormhole is no better.

Yang kedua, dari penjelasan tadi dapat disimpulkan wormhole merupakan bagian dari lubanghitam. Hal ini tidak ada di Interstellar, di mana pesawat Endurance tidak masuk ke dalam suatu lubanghitam terlebih dahulu sebelum menemukan wormhole. Lalu, benda-benda yang masuk ke dalam lubanghitam tidak akan dapat keluar lagi, sehingga perjalanan melalui wormhole hanya akan menjadi perjalanan satu arah, sekali masuk tidak akan kembali ke bumi lagi, kecuali mereka menemukan wormhole lain yang mengarah ke bumi.

Selain itu, beberapa tahun setelah Einstein dan Rosen menemukan jembatan antar-dunia ini, John Wheeler, seorang fisikawan teori menyatakan bahwa jembatan ini sangat tidak stabil. Jika gerbang wormhole suatu saat terbuka, maka sebelum apapun dapat melewatinya wormhole akan tertutup lagi. Sehingga transportasi manusia menggunakan wormhole ini hampir tidak mungkin.

Tapi sebelum menutup bahasan mengenai wormhole ini, di tahun 80an, seorang fisikawan menemukan bahwa jenis wormhole yang muncul tanpa lubanghitam dimungkinkan terjadi. Wormhole ini terjadi karena adanya fluktuasi ruang waktu pada skala yang sangat kecil (skala kuantum). Di dalam fluktuasi ini dapat terjadi pembentukan lorong ruang-waktu yang terjadi sangat singkat. Jika, entah bagaimana caranya, kita dapat menangkap wormhole kecil ini, lalu diperbesar hingga dapat dilewati pesawat ulang-alik. Maka kita akan mendapatkan wormhole yang sama seperti di film Interstellar. Guess who’s that physicist? He’s Kip Thorne.
simulasi wormhole dengan latar halaman universitas Tuebingen
Aspek wormhole dalam film Interstellar digambarkan dengan baik. Terlepas dari cara wormhole yang tiba-tiba muncul di sana karena adanya “anomali gravitasi” selebihnya tidak ada yang salah, secara teori.

Lubanghitam Supermasif

Gargantua, nama dari sebuah lubanghitam yang dikunjungi Endurance. Kalau ditanya apa lubanghitam itu ada, laa roiba fiih. Lubanghitam merupakan konsekuensi dari persamaan medan Einstein yang belum pernah disuarakan di rezim teori gravitasi Newton. Ketika Einstein mengeluarkan persamaannya, beliau pesimis bahwa persamaannya hampir mustahil dipecahkan. Namun, kurang dari satu tahun setelah itu, di tengah-tengah riuh perang dunia I, solusi persamaan medan Einstein didapatkan oleh Karl Schwarzschild. Solusi Schwarzschild menampilkan lubanghitam statik (diam) dengan bentuk bulat, seperti planet-planet dan bintang-bintang yang kita kenal.

Lubanghitam di film Interstellar bukan lubanghitam statik melainkan lubanghitam yang berotasi. Model paling sederhana dari lubanghitam yang berputar adalah solusi Kerr yang ditemukan oleh Roy Kerr pada tahun 1963 (hampir 50 tahun setelah Einstein & Schwarzschild). Selain bentuknya yang lebih rumit, ada beberapa fenomena tambahan yang muncul pada lubanghitam berputar. Di antaranya adanya ergosphere. di Interstellar, ergosphere digambarkan mirip seperti cincin.

Penggambaran lubanghitam Kerr merupakan salah satu detail yang dikerjakan secara serius. sehingga hasilnya cukup akurat karena menggunakan persamaan gerak partikel cahaya (foton) yang dihitung sendiri oleh Profesor Thorne, yang sudah memperhitungkan posisi pengamat/kamera. Maka lubanghitam asli akan terlihat persis sama.



Dilatasi Waktu

Konsep dari fisika modern yang coba diperkenalkan secara serius adalah konsep dilatasi waktu. Ya, waktu benar- benar bisa berjalan lebih lambat. Walaupun Einstein sendiri pernah menganalogikan dengan perkataannya, “jika meletakkan tangan di wajan panas 1 menit akan terasa 1 jam, dan jika sedang berbicara dengan wanita cantik 1 jam akan terasa 1 menit”, tetapi bukan hanya perasaan kita, waktu benar-benar melambat. Detak jam yang kita gunakan, aliran darah dalam tubuh kita, getaran atom-atom akan bergerak lebih lambat. Di Teori Relativitas Khusus, perlambatan waktu ini disebabkan oleh kecepatan yang tinggi. Sedangkan di Teori Relativitas Umum, dan pada kasus Interstellar, perlambatan waktu disebabkan oleh kuat medan gravitasi (sekalian ngebantah trit kaskus, yang katanya dilatasi waktu di sini karena mendekati kecepatan cahaya, pake ada itungannya lagi -_-). topik ini menjadi topik paling hangat untuk dibahas secara kuantitatif. Namun karena kurangnya data, di sini tidak akan sampai pada simpulan apakah 1 hari berbanding 7 tahun merupakan angka yang realistis di planet Miller dekat Gargantua. Total dilatasi waktu yang dirasakan oleh planet yang mengitari lubanghitam Kerr dirumuskan oleh:
 dengan v merupakan kecepatan planet dan g00 merupakan komponen waktu dari metrik Kerr. Semua satuan disesuaikan dengan c=G=1. Mari kita ambil asumsi bahwa planet tersebut bergerak dalam bidang ekuator lubanghitam. Untuk metrik Kerr,
Lalu, berdasarkan Donato Bini (2004), kecepatan  minimal yang diperlukan untuk mengorbit lubanghitam Kerr pada bidang ekuator adalah:
dengan tanda positif (+) menyatakan bahwa planet mengorbit searah dengan putaran lubanghitam (prograde) dan  negatif (-) menyatakan bahwa planet mengorbit berlawanan dengan putaran lubanghitam (retrograde).

Yang perlu diperhatikan, dilatasi waktu tidak memiliki batas jarak seperti yang dideskripsikan di Interstellar. Jauh atau dekat, lubanghitam akan mempengaruhi waktu benda-benda di sekelilingnya. Jadi bukan hanya Brand dan Cooper, di dalam Endurance, Romily juga mengalami dilatasi waktu. Hanya saja nilainya yang berbeda. Jika di Planet Miller memiliki perbandingan waktu dengan bumi 1 jam : 7 tahun, di pesawat Endurance juga memiliki perbandingan waktu, katakanlah 1 jam : 3 tahun. Semakin jauh dari lubanghitam, perbedaan waktunya semakin kecil. Kesimpulannya, tidak masuk akal Romily menunggu hingga 23 tahun di pesawat.

Jika semakin mendekat ke lubanghitam, perbedaan waktunya akan semakin besar, 1 jam : 50 tahun. Semakin dekat lagi 1 jam : 2 abad, semakin dekat lagi 1 jam : 1 juta tahun, dan seterusnya. Hal inilah yang seharusnya terjadi ketika Cooper menjatuhkan diri ke dalam lubanghitam. Beberapa menit yang Cooper rasakan ketika jatuh, di bumi waktu sudah berjalan puluhan juta tahun. Jadi kalaupun dapat keluar dari lubanghitam, jangankan melihat anaknya, Cooper tidak akan melihat peradaban bumi yang sama. Bahkan kenyataannya dapat lebih ekstrim lagi, Cooper akan melewati titik di mana 1 jam akan ekuivalen dengan tak-berhingga jam di bumi.



Di Dalam Lubanghitam

Tanpa dasar ilmu relativitas, siapa pun bisa menyadari mulai dari bagian ini jalan cerita mulai aneh. Ditemani soundtrack epik Hans Zimmer, Cooper menjatuhkan dirinya ke dalam lubanghitam. Selama beberapa menit, penonton dibuat penasaran tentang salah satu misteri di alam semesta: ada apa di dalam lubanghitam. Apa mau dikata, saya kecewa.

Dengan melewati batas event horizon, benda apapun tidak dapat keluar dari lubanghitam. Di bagian dalam batas ini, sifat ruang akan bertukar dengan waktu. Ada definisi sakti dari ruang di dalam lubanghitam yang akan disukai pembuat film fiksi: Di sini, hukum fisika tidak benar-benar berlaku. Alasan yang dapat digunakan untuk membuat fiksi dengan embel-embel “secara ilmiah tidak salah”.
Frase “hukum fisika tidak berlaku” sebenarnya muncul karena di dalam daerah ini, waktu dan ruang menjadi terbalik. Jika kita di sini sekarang terpenjara di dalam arus waktu yang selalu bergerak maju, serta bebas berpindah tempat, di dalam lubanghitam waktu menjadi bebas dijelajahi namun posisi kita akan tetap melaju ke pusat lubanghitam. Apapun yang kita lakukan, tidak akan menghentikan posisi kita yang selalu bergerak ke pusat lubanghitam. Di dalam waktu yang dapat bergerak bebas maju-mundur ini, akan sulit melihat kausalitas (sebab-akibat) dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Sebenarnya, konsep waktu yang bisa dijelajahi ada di adegan ini ketika Cooper berusaha berkomunikasi dengan Murphy di waktu yang berbeda-beda. Namun, ada beberapa catatan. Yang pertama, walaupun waktu bisa dijelajahi, tempat tidak dapat dijelajahi. Cooper tidak bisa secara ajaib muncul di depan kamar putrinya di waktu yang berbeda-beda. Awalnya Cooper berada di dalam lubanghitam, selamanya Ia akan di situ (dan terhisap ke pusat lubang hitam). Kedua, what happens in blackhole stays in blackhole. Apapun yang Cooper lakukan, informasinya tidak akan keluar dari lubanghitam. Hal ini juga termasuk Cooper sendiri di bagian akhir film, dengan cara yang tidak diketahui, keluar dari Gargantua dan muncul di sekitar Saturnus untuk kemudian bertemu kembali dengan anaknya.

Dengan banyak keanehan ini, ada penjelasan yang lebih “aman”. Sebenarnya Cooper tidak masuk ke dalam lubanghitam, atau sempat masuk tapi tidak seterusnya di situ, Cooper diselamatkan oleh manusia di dimensi 5!

Dunia 5-Dimensi

Semakin mendekati akhir, cerita semakin aneh dengan munculnya makhluk yang konon dapat berbuat sesuka hati di dunia 4 dimensi kita ini. Penjelasan ilmiahnya, makhluk tersebut hidup di dunia 5 dimensi, dunia yang mana dibayangkan pun tak bisa. Sehingga lagi-lagi dengan kata kunci yang ajaib film ini masih dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan sains. Kita tidak teh    u apa-apa tentang dimensi di atas 4 dimensi, maka apapun bisa terjadi. Jadi secara umum ya sudah, karena apapun bisa terjadi, tidak ada yang bisa di bahas di sini. Namun, Ada beberapa hal yang perlu dibicarakan.

ilustrasi kubus 5 dimensi
Pertama, berada di dimensi yang lebih tinggi bukan berarti dapat memanipulasi ruangwaktu dengan lebih mudah. Bayangkan ada kertas yang ukurannya sama persis dengan pulau Jawa. Lalu, di pusat kota Jakarta dan Surabaya diberi tanda ‘X’. Kertas ini kita anggap seperti dunia dua dimensi yang sangat kecil. Sekarang, bayangkan betapa sulitnya melipat kertas tersebut sampai tanda ‘X’ di Jakarta dan Surabaya dapat bertemu. Hal yang sama juga dapat kita analogikan ke dimensi 3. Manusia tetap manusia, melipat alam semesta, mendirikan Tesseract di dalam Gargantua dan mengembalikan Cooper ke Tata Surya bukan hal yang membutuhkan tenaga yang kecil. Tapi sekali lagi, tidak ada yang tidak mungkin ya. okesip.

Kedua, lubanghitam bukan merupakan gerbang menuju dimensi ke-5. Skenario masuk ke lubanghitam sudah dijelaskan sebelumnya. Lalu, bisakah lubanghitam menjadi pintu masuk ke dunia 5 dimensi? Jawabannya bisa. Kenapa? Karena ini 5 dimensi dan kita benar-benar tidak tahu seperti apa rupanya. Di tempat manapun bisa menjadi pintu masuk ke dunia 5 dimensi. Jadi, sebenarnya tidak perlu susah-susah manusia 5 dimensi ini membujuk Cooper ke Gargantua, mereka dapat memasukkan Cooper ke dalam Tesseract dari kamar tidurnya sekalipun. Interstellar akan  menjadi film datar berdurasi 10 menit.

Ketiga, berada di dimensi yang lebih tinggi belum tentu dapat menjelajahi waktu. Konsep dimensi tinggi tidak begitu sederhana, dan tidak terlalu fiksi. Di dalam teori-M, dimensi ruang yang digunakan mencapai 10 dimensi. Namun konsep dimensi di sini sepertinya berbeda dengan yang ada di Interstellar. 10 dimensi ini merupakan dimensi-dimensi kecil yang kemudian mengerut menjadi 3 dimensi. Hal yang paling penting adalah 10 dimensi ini masih merupakan dimensi ruang. Semuanya bersifat sama seperti 3 dimensi ruang yang kita kenal, dan masih ‘tunduk’ pada arus waktu sehingga pernyataan “bagi makhluk 5 dimensi waktu dapat dijelajahi seperti dimensi ruang” tidak valid. Komunikasi Dr. Cooper dengan anaknya tidak dapat terjadi, walaupun sudah naik ke dunia 5 dimensi. Ada teori tentang dimensi tinggi yang lain yang mengatakan bahwa dimensi ke-5 merupakan dimensi yang benar-benar baru. Dia berbeda dengan ruang dan waktu yang telah kita kenal. Dengan teori ini mungkin saja makhluk 5 dimensi itu bolak-balik antar waktu sesuka mereka. Sayangnya, beberapa percobaan mengarah pada kesimpulan yang menolak teori ini.

Penutup

Jika mengharapkan film ini benar-benar saintifik, maka kita akan kecewa. Walaupun beberapa aspek, terutama di bagian wormhole dan lubanghitam, dapat disajikan dengan bagus. Banyak bagian yang mengandalkan plausible atau ‘mungkin terjadi’ secara ilmiah. Ya, secara ilmiah Indonesia bisa juara piala dunia 2018, secara ilmiah kiamat zombie bisa terjadi, secara ilmiah mesin waktu mungkin terjadi, secara ilmiah saat ini mungkin sedang terjadi konspirasi besar-besaran untuk mengontrol populasi dunia. Dengan ukuran seperti ini, maka film-film lain pun tidak kalah saintifik dari Interstellar, tentu dengan cerita yang jauh lebih menarik. Terakhir, bagaimanapun rating film Interstellar ini, Kip Thorne and Chris Nolan have my respect.


Bonus: Interstellar soundtracks by Hans Zimmer. bagian yang berperan penting membuat film ini menarik.






No comments:

Post a Comment