Kalau berbicara mengenai film science-fiction, ada yang berbeda dari
film-film yang ditayangkan saat ini. Dulu, bagian sains dari film berawal dari
keinginan, imajinasi, dan tidak peduli dengan dasar-dasar ilmiahnya. Banyak
dari film-film ini yang sekarang diadaptasi kembali dan dimasukkan ke genre
lain (Star Trek, Planet of the Apes, Star Wars, Terminator, dll). Sekarang
genre ini dimasuki oleh film yang lebih serius menggunakan sains, the real one, sebagai dasar cerita. Interstellar
salah satunya.
Fenomenal, setidaknya di linimasa
saya. Banyak yang terkagum, entah dari jalan ceritanya atau dari penglibatan
teori fisikanya. Banyak juga yang mengaku tidak mengerti, entah di bagian mana.
Beberapa menambahkan tulisan-tulisan yang berbau teori relativitas Einstein,
kuantum, atau anak pinaknya. Yang jelas, dari mereka saya jadi tahu film
terbaru Christopher Nolan ini ingin membawakan real, updated science (well, theory of Relativity is 100 years old
already) ke dalam sebuah film papan atas, sesuatu yang tidak bahkan
teriklankan di trailer-trailernya. Dengan dirangkulnya fisikawan ternama Kip
Thorne, mengindikasikan bahwa Nolan memang tidak main-main dalam memainkan
sains di filmnya. Tapi, memang segala hal tidak dapat berjalan sempurna. Cukup buruk
sebenarnya.
Fakta bahwa film ini sangat
menitikberatkan pada penjelasan-penjelasan sains dan menyuguhkan cerita yang
sangat datar, menjadikan argumen “ini film fiksi sains, bukan fakta sains”
tidak tepat diterapkan. Jika kita membandingkan Interstellar dengan film-film lain
seperti Planet of the Apes, Star Trek, atau Inception, dengan sains yang
inferior mereka memiliki cerita yang (jauh) lebih menarik.
awesome Terminator movie |
Anyway, sebenarnya saya ingin membahas bagian sainsnya. Bukan di
cerita, dialog, filosofi, soundtrack,
atau pengambilan gambarnya. Dan bagian sainsnya mungkin akan disempitkan lagi
ke bahasan fisika modern, jadi pertanyaan-pertanyaan tema sains seperti,
“kenapa keluar dari planet 1.3g ga butuh roket?”, “kok bisa teori lengkap
gravitasi secara ajaib cuma dikerjakan satu orang?”, “kenapa mesti turun ke
planet dan menghabiskan waktu 23 tahun padahal bisa dilakukan pengamatan dari
Endurance?”, “kok gak ada orang di NASA, termasuk Murphy, yang sadar kalo teori
gravitasi cuma ‘setengah’, dan harus disempurnakan dengan kuantum?” tidak akan
dibahas lebih lanjut.
Wormhole
(catatan: Bahasa Indonesia yang sepadan adalah lubangcacing. Karena ga enak didengar, selanjutnya akan disebut wormhole)
Diceritakan bahwa anomali
gravitasi muncul dan menghasilkan sebuah wormhole di dekat cincin Saturnus.
Wormhole ini menjadi pintu bagi Dr. Cooper dkk menuju ke galaksi nun jauh di
mana ada lubanghitam supermasif dan 3 planet yang berpotensial menggantikan
bumi sebagai rumah umat manusia. Benarkah wormhole ada?
Berbicara mengenai wormhole itu
tidak lepas dari pembahasan lubanghitam dan singularitas. Singularitas biasanya
diberikan pada keadaan dengan nilai yang tidak terdefinisikan, atau tak
berhingga. Sederhananya, secara matematis, hal ini kita temukan jika kita harus
membagi suatu angka dengan nol. ya, sekali lagi, pembagian dengan nol.
Bahkan ketika masih di atas
kertas, pembagian dengan nol menjadi masalah tersendiri di dunia matematika.
Kita dapat membagi angka dengan 0,001 atau 0,00000000000000000000000000000001
tetapi tidak dengan 0. Pendekatan melalui limit yang menghasilkan jawaban
tak-berhingga tidak begitu membuat masalah menjadi lebih sederhana. Dan jawaban
sebenarnya dari pertanyaan ini sangat tidak memuaskan: tak terdefinisi. Jika
dimasukkan ke dalam fisika, masalah menjadi tambah pelik. Karena fisikawan
harus menginterpretasi angka-angka dari hasil perhitungan, dan dalam kasus ini
hampir mustahil dilakukan kecuali dengan pengamatan. Oleh karenanya, fisikawan
berusaha sekeras mungkin untuk menghindari singularitas.
Unfortunately, singularitas pun muncul dalam perhitungan pada
lubanghitam, yang pertama kali dipublikasikan oleh Schwarzschild, bahkan ada
dua singularitas. Einstein sendiri sangat tidak puas dengan singularitas ini,
sehingga beliau bekerja kembali untuk mengubah bentuk solusi Schwarzschild
menjadi bentuk tanpa-singularitas. Dengan trik matematika yang dinamakan transformasi
koordinat, Einstein berhasil membuang salah satu singularitas, yang kemudian
dapat diinterpretasikan sebagai event
horizon. Event horizon merupakan
batas dari lubanghitam yang jika dilewati sesuatu, sesuatu itu tidak akan bisa
keluar lagi dari lubanghitam karena tarikan gravitasi yang sangat kuat.
Singularitas kedua berada pada pusat lubanghitam, dan ketika Einstein mencoba
membuangnya, Einstein justru mendapatkan hal yang tidak lebih masuk akal. Einstein,
bersama koleganya N. Rosen, menemukan bahwa pusat lubanghitam dapat menjadi
jembatan menuju alam semesta lain, alias wormhole, atau istilah pada masanya:
Jembatan Einstein-Rosen.
Jadi yang perlu dicatat di sini
adalah, wormhole merupakan hasil matematis yang muncul dari hasil bermain-main
dengan singularitas. Dengan singularitas sendiri merupakan sesuatu yang sangat
tidak bersahabat dengan matematikawan dan fisikawan, wormhole is no better.
Yang kedua, dari penjelasan tadi
dapat disimpulkan wormhole merupakan bagian dari lubanghitam. Hal ini tidak ada
di Interstellar, di mana pesawat Endurance tidak masuk ke dalam suatu
lubanghitam terlebih dahulu sebelum menemukan wormhole. Lalu, benda-benda yang
masuk ke dalam lubanghitam tidak akan dapat keluar lagi, sehingga perjalanan
melalui wormhole hanya akan menjadi perjalanan satu arah, sekali masuk tidak
akan kembali ke bumi lagi, kecuali mereka menemukan wormhole lain yang mengarah
ke bumi.
Selain itu, beberapa tahun
setelah Einstein dan Rosen menemukan jembatan antar-dunia ini, John Wheeler,
seorang fisikawan teori menyatakan bahwa jembatan ini sangat tidak stabil. Jika
gerbang wormhole suatu saat terbuka, maka sebelum apapun dapat melewatinya
wormhole akan tertutup lagi. Sehingga transportasi manusia menggunakan wormhole
ini hampir tidak mungkin.
Tapi sebelum menutup bahasan
mengenai wormhole ini, di tahun 80an, seorang fisikawan menemukan bahwa jenis
wormhole yang muncul tanpa lubanghitam dimungkinkan terjadi. Wormhole ini
terjadi karena adanya fluktuasi ruang waktu pada skala yang sangat kecil (skala
kuantum). Di dalam fluktuasi ini dapat terjadi pembentukan lorong ruang-waktu
yang terjadi sangat singkat. Jika, entah bagaimana caranya, kita dapat menangkap wormhole kecil ini, lalu diperbesar hingga
dapat dilewati pesawat ulang-alik. Maka kita akan mendapatkan wormhole yang
sama seperti di film Interstellar. Guess
who’s that physicist? He’s Kip Thorne.
simulasi wormhole dengan latar halaman universitas Tuebingen |
Aspek wormhole dalam film
Interstellar digambarkan dengan baik. Terlepas dari cara
wormhole yang tiba-tiba muncul di sana karena adanya “anomali gravitasi”
selebihnya tidak ada yang salah, secara teori.
Lubanghitam Supermasif
Gargantua, nama dari sebuah
lubanghitam yang dikunjungi Endurance. Kalau ditanya apa lubanghitam itu ada, laa roiba fiih.
Lubanghitam merupakan konsekuensi dari persamaan medan Einstein yang belum pernah
disuarakan di rezim teori gravitasi Newton. Ketika Einstein mengeluarkan persamaannya, beliau pesimis bahwa persamaannya hampir mustahil dipecahkan. Namun, kurang dari satu tahun setelah itu, di tengah-tengah riuh perang dunia I, solusi persamaan
medan Einstein didapatkan oleh Karl Schwarzschild. Solusi Schwarzschild menampilkan lubanghitam statik (diam) dengan
bentuk bulat, seperti planet-planet dan bintang-bintang yang kita kenal.
Lubanghitam di film Interstellar
bukan lubanghitam statik melainkan lubanghitam yang berotasi. Model paling
sederhana dari lubanghitam yang berputar adalah solusi Kerr yang ditemukan oleh
Roy Kerr pada tahun 1963 (hampir 50 tahun setelah Einstein & Schwarzschild). Selain bentuknya yang lebih rumit, ada beberapa fenomena tambahan yang muncul pada lubanghitam berputar. Di antaranya adanya ergosphere. di Interstellar, ergosphere digambarkan mirip seperti cincin.
Penggambaran lubanghitam Kerr merupakan salah satu detail yang dikerjakan secara serius. sehingga hasilnya cukup akurat karena menggunakan persamaan gerak partikel cahaya
(foton) yang dihitung sendiri oleh Profesor Thorne, yang sudah
memperhitungkan posisi pengamat/kamera. Maka lubanghitam asli akan terlihat
persis sama.
Dilatasi Waktu
Konsep dari fisika modern yang
coba diperkenalkan secara serius adalah konsep dilatasi waktu. Ya, waktu benar-
benar bisa berjalan lebih lambat. Walaupun Einstein sendiri pernah
menganalogikan dengan perkataannya, “jika meletakkan tangan di wajan panas 1
menit akan terasa 1 jam, dan jika sedang berbicara dengan wanita cantik 1 jam
akan terasa 1 menit”, tetapi bukan hanya perasaan kita, waktu benar-benar
melambat. Detak jam yang kita gunakan, aliran darah dalam tubuh kita, getaran atom-atom
akan bergerak lebih lambat. Di Teori Relativitas Khusus, perlambatan waktu ini
disebabkan oleh kecepatan yang tinggi. Sedangkan di Teori Relativitas Umum, dan
pada kasus Interstellar, perlambatan waktu disebabkan oleh kuat medan
gravitasi (sekalian ngebantah trit kaskus, yang katanya dilatasi waktu di sini karena mendekati kecepatan cahaya, pake ada itungannya lagi -_-). topik ini menjadi topik paling hangat untuk dibahas secara
kuantitatif. Namun karena kurangnya data, di sini tidak akan sampai pada
simpulan apakah 1 hari berbanding 7 tahun merupakan angka yang realistis di
planet Miller dekat Gargantua. Total dilatasi waktu yang dirasakan oleh planet
yang mengitari lubanghitam Kerr dirumuskan oleh:
Lalu, berdasarkan Donato Bini
(2004), kecepatan
minimal
yang diperlukan untuk mengorbit lubanghitam Kerr pada bidang ekuator adalah:
dengan tanda positif (+) menyatakan bahwa planet mengorbit searah
dengan putaran lubanghitam (prograde) dan
negatif (-) menyatakan bahwa planet mengorbit berlawanan
dengan putaran lubanghitam (retrograde).
Yang perlu
diperhatikan, dilatasi waktu tidak memiliki batas jarak seperti yang
dideskripsikan di Interstellar. Jauh atau dekat, lubanghitam akan mempengaruhi
waktu benda-benda di sekelilingnya. Jadi bukan hanya Brand dan Cooper, di dalam
Endurance, Romily juga mengalami dilatasi waktu. Hanya saja nilainya yang
berbeda. Jika di Planet Miller memiliki perbandingan waktu dengan bumi 1 jam :
7 tahun, di pesawat Endurance juga memiliki perbandingan waktu, katakanlah 1
jam : 3 tahun. Semakin jauh dari lubanghitam, perbedaan waktunya semakin kecil.
Kesimpulannya, tidak masuk akal Romily menunggu hingga 23 tahun di pesawat.
Jika semakin mendekat
ke lubanghitam, perbedaan waktunya akan semakin besar, 1 jam : 50 tahun.
Semakin dekat lagi 1 jam : 2 abad, semakin dekat lagi 1 jam : 1 juta tahun, dan
seterusnya. Hal inilah yang seharusnya terjadi ketika Cooper menjatuhkan diri
ke dalam lubanghitam. Beberapa menit yang Cooper rasakan ketika jatuh, di bumi
waktu sudah berjalan puluhan juta tahun. Jadi kalaupun dapat keluar dari
lubanghitam, jangankan melihat anaknya, Cooper tidak akan melihat peradaban
bumi yang sama. Bahkan kenyataannya dapat lebih ekstrim lagi, Cooper akan
melewati titik di mana 1 jam akan ekuivalen dengan tak-berhingga jam di bumi.
Di Dalam Lubanghitam
Tanpa dasar ilmu relativitas,
siapa pun bisa menyadari mulai dari bagian ini jalan cerita mulai aneh.
Ditemani soundtrack epik Hans Zimmer,
Cooper menjatuhkan dirinya ke dalam lubanghitam. Selama beberapa menit,
penonton dibuat penasaran tentang salah satu misteri di alam
semesta: ada apa di dalam lubanghitam. Apa mau dikata, saya kecewa.
Dengan melewati batas event horizon, benda apapun tidak dapat
keluar dari lubanghitam. Di bagian dalam batas ini, sifat ruang akan bertukar
dengan waktu. Ada definisi sakti dari ruang di dalam lubanghitam yang akan disukai pembuat film fiksi:
Di sini, hukum fisika tidak benar-benar berlaku. Alasan yang dapat digunakan
untuk membuat fiksi dengan embel-embel “secara ilmiah tidak salah”.
Frase “hukum fisika tidak
berlaku” sebenarnya muncul karena di dalam daerah ini, waktu dan ruang menjadi
terbalik. Jika kita di sini sekarang terpenjara di dalam arus waktu yang selalu
bergerak maju, serta bebas berpindah tempat, di dalam lubanghitam waktu menjadi
bebas dijelajahi namun posisi kita akan tetap melaju ke pusat lubanghitam.
Apapun yang kita lakukan, tidak akan menghentikan posisi kita yang selalu
bergerak ke pusat lubanghitam. Di dalam waktu yang dapat bergerak bebas
maju-mundur ini, akan sulit melihat kausalitas (sebab-akibat) dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Sebenarnya, konsep waktu yang
bisa dijelajahi ada di adegan ini ketika Cooper berusaha berkomunikasi dengan
Murphy di waktu yang berbeda-beda. Namun, ada beberapa catatan. Yang pertama,
walaupun waktu bisa dijelajahi, tempat tidak dapat dijelajahi. Cooper tidak bisa
secara ajaib muncul di depan kamar putrinya di waktu yang berbeda-beda. Awalnya
Cooper berada di dalam lubanghitam, selamanya Ia akan di situ (dan terhisap ke
pusat lubang hitam). Kedua, what happens
in blackhole stays in blackhole. Apapun yang Cooper lakukan, informasinya tidak
akan keluar dari lubanghitam. Hal ini juga termasuk Cooper sendiri di bagian akhir
film, dengan cara yang tidak diketahui, keluar dari Gargantua dan muncul di
sekitar Saturnus untuk kemudian bertemu kembali dengan anaknya.
Dengan banyak keanehan ini, ada
penjelasan yang lebih “aman”. Sebenarnya Cooper tidak masuk ke dalam
lubanghitam, atau sempat masuk tapi tidak seterusnya di situ, Cooper
diselamatkan oleh manusia di dimensi 5!
Dunia 5-Dimensi
Semakin mendekati akhir, cerita
semakin aneh dengan munculnya makhluk yang konon dapat berbuat sesuka hati di
dunia 4 dimensi kita ini. Penjelasan ilmiahnya, makhluk tersebut hidup di dunia
5 dimensi, dunia yang mana dibayangkan pun tak bisa. Sehingga lagi-lagi dengan
kata kunci yang ajaib film ini masih dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan
sains. Kita tidak teh u apa-apa tentang
dimensi di atas 4 dimensi, maka apapun bisa terjadi. Jadi secara umum ya sudah,
karena apapun bisa terjadi, tidak ada yang bisa di bahas di sini. Namun, Ada
beberapa hal yang perlu dibicarakan.
ilustrasi kubus 5 dimensi |
Pertama, berada di dimensi yang
lebih tinggi bukan berarti dapat memanipulasi ruangwaktu dengan lebih mudah.
Bayangkan ada kertas yang ukurannya sama persis dengan pulau Jawa. Lalu, di
pusat kota Jakarta dan Surabaya diberi tanda ‘X’. Kertas ini kita anggap
seperti dunia dua dimensi yang sangat kecil. Sekarang, bayangkan betapa
sulitnya melipat kertas tersebut sampai tanda ‘X’ di Jakarta dan Surabaya dapat
bertemu. Hal yang sama juga dapat kita analogikan ke dimensi 3. Manusia tetap
manusia, melipat alam semesta, mendirikan Tesseract di dalam Gargantua dan
mengembalikan Cooper ke Tata Surya bukan hal yang membutuhkan tenaga yang kecil. Tapi sekali lagi,
tidak ada yang tidak mungkin ya. okesip.
Kedua, lubanghitam bukan
merupakan gerbang menuju dimensi ke-5. Skenario masuk ke lubanghitam sudah
dijelaskan sebelumnya. Lalu, bisakah lubanghitam menjadi pintu masuk ke dunia 5
dimensi? Jawabannya bisa. Kenapa? Karena ini 5 dimensi dan kita benar-benar
tidak tahu seperti apa rupanya. Di tempat manapun bisa menjadi pintu masuk ke
dunia 5 dimensi. Jadi, sebenarnya tidak perlu susah-susah manusia 5 dimensi ini
membujuk Cooper ke Gargantua, mereka dapat memasukkan Cooper ke dalam Tesseract
dari kamar tidurnya sekalipun. Interstellar akan menjadi film datar berdurasi 10 menit.
Ketiga, berada di dimensi yang
lebih tinggi belum tentu dapat menjelajahi waktu. Konsep dimensi tinggi tidak
begitu sederhana, dan tidak terlalu fiksi. Di dalam teori-M, dimensi ruang yang
digunakan mencapai 10 dimensi. Namun konsep dimensi di sini sepertinya berbeda
dengan yang ada di Interstellar. 10 dimensi ini merupakan dimensi-dimensi kecil
yang kemudian mengerut menjadi 3 dimensi. Hal yang paling penting adalah 10
dimensi ini masih merupakan dimensi ruang. Semuanya bersifat sama seperti 3
dimensi ruang yang kita kenal, dan masih ‘tunduk’ pada arus waktu sehingga
pernyataan “bagi makhluk 5 dimensi waktu dapat dijelajahi seperti dimensi
ruang” tidak valid. Komunikasi Dr. Cooper dengan anaknya tidak dapat terjadi,
walaupun sudah naik ke dunia 5 dimensi. Ada teori tentang dimensi tinggi yang
lain yang mengatakan bahwa dimensi ke-5 merupakan dimensi yang benar-benar
baru. Dia berbeda dengan ruang dan waktu yang telah kita kenal. Dengan teori
ini mungkin saja makhluk 5 dimensi itu bolak-balik antar waktu sesuka mereka.
Sayangnya, beberapa percobaan mengarah pada kesimpulan yang menolak teori ini.
Penutup
Jika mengharapkan film ini
benar-benar saintifik, maka kita akan kecewa. Walaupun beberapa aspek, terutama
di bagian wormhole dan lubanghitam, dapat disajikan dengan bagus. Banyak bagian
yang mengandalkan plausible atau
‘mungkin terjadi’ secara ilmiah. Ya, secara ilmiah Indonesia bisa juara piala
dunia 2018, secara ilmiah kiamat zombie bisa terjadi, secara ilmiah mesin waktu
mungkin terjadi, secara ilmiah saat ini mungkin sedang terjadi konspirasi
besar-besaran untuk mengontrol populasi dunia. Dengan ukuran seperti ini, maka
film-film lain pun tidak kalah saintifik dari Interstellar, tentu dengan cerita
yang jauh lebih menarik. Terakhir, bagaimanapun rating film Interstellar ini, Kip Thorne and Chris Nolan have my respect.
No comments:
Post a Comment